REVISI PROPOSAL PENELITIAN

PENGARUH SALINITAS AIR TERHADAP KESINTASAN

DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN BAWAL AIR TAWAR

( Colossoma Macropomum )

 

 

 

 

PROPOSAL PENELITIAN

 

 Disusun Oleh :

TRI CAHYO ACHIRIYANTO

NPM : 230104110001

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS PADJAJARAN JOINT PROGRAM VEDCA PPPPTK PERTANIAN CIANJUR

2012

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………………… i

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………….. ii

BAB I. PENDAHULUAN…………………………………………………………………. 1

1.1  Latar Belakang………………………………………………………………………… 1

1.2  Rumusan Masalah…………………………………………………………………….. 2

1.3  Tujuan ……………………………………………………………………………………. 2

1.4  Kegunaan Penelitian…………………………………………………………………. 3

1.5  Kerangka Pemikiran ………………………………………………………………… 3

1.6  Hipotesis ………………………………………………………………………………… 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………………… 5

2.1  Ikan Bawal Air TAwar (Colossoma macropomun)………………………. 5

2.2  Salinitas dan Osmoregulasi……………………………………………………….. 7

2.3  Kualitas Air……………………………………………………………………………. 10

2.3.1        Parameter Fisika…………………………………………………………… 10

2.3.2        Parameter Kimia…………………………………………………………… 10

2.3.2.1 Nilai pH……………………………………………………………. 10

2.3.2.2 Oksigen Terlarut (Disolved Oxygen)……………………. 11

2.3.2.3 Amonia (NH3)…………………………………………………… 12

2.3.2.4 Nitrit (NO2)………………………………………………………. 13

2.3.2.5 Alkalinitas………………………………………………………… 13

2.4 Kelangsungan Hidup……………………………………………………………… 14

2.5 Pertumbuhan…………………………………………………………………………. 15

BAB III. BAHAN DAN METODE……………………………………………………. 16

3.1  Waktu dan Tempat………………………………………………………………….. 16

3.2  Persiapan Alat dan Bahan Penelitian…………………………………………. 16

3.2.1 Alat Penelitian………………………………………………………………… 16

3.2.2 Bahan Penelitian……………………………………………………………… 16

3.3  Metode penelitian dan Pelaksanaan Penelitian……………………………. 17

3.3.1 Persiapan Wadah dan Pembuatan Media Bersalinitas………….. 17

3.3.2 Rancangan Percobaan……………………………………………………… 18

3.3.3 Penebaran Benih…………………………………………………………….. 18

3.3.4 Pemberian Pakan…………………………………………………………….. 19

3.3.5 Pergantian Air dan Pengontrolan Kualitas Air……………………. 19

3.4  Pengamatan Parameter Biologi Ikan………………………………………….. 20

3.4.1 Kelangsungan Hidup………………………………………………………. 20

3.4.2 Laju Pertumbuhan Harian………………………………………………… 20

3.4.3 Pertumbuhan Panjang Mutlak…………………………………………… 21

3.4.4 Efisiensi Pemberian Pakan……………………………………………….. 21

3.5  Pengamatan Parameter Kualitas Air (Fisika dan Kimia Air)………….. 21

3.6  Analisis Data………………………………………………………………………….. 22

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………….. 23

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penyusun sehingga dapat menyelesaikan penulisan proposal penelitian dengan judul “PENGARUH SALINITAS AIR TERHADAP KESINTASAN DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN BAWAL AIR TAWAR (Colossoma macropomum)”. Proposal ini disusun untuk dijadikan tugas sebagai pemenuhan syarat menyelesaikan studi alih jenjang D4 UNPAD joint program Vedca Cianjur. Dengan ini mahasiswa dapat meraih gelar Sarjana Saint Terapan pada Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Padjajaran.

Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada :

  1.   Bapak Rektor dan Dekan serta segenap staf Universitas Padjajaran.
  2.  Ibu Dr. Rita Rostika, Ir.MP. selaku dosen pembibing I penelitian pada Universitas Padjajaran.
  3. Ibu Intan Rahima Sari, S.St.Pi, M.Si. selaku dosen pembibing II pada politeknik Vedca Cianjur.
  4. Bapak  Karyawan Perangin Angin, S.St, M.Si selaku Kepala Departemen Agribisnis Perikanan di Vedca PPPPTK Pertanian Cianjur.
  5. Semua Pihak yang telah membantu dalam Penyusunan Prosal ini, yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penyusun menyadari bahwa penulisan proposal ini masih jauh dari kesempurnaan, maka segala kritik dan saran penulis harapkan untuk kesaempurnaan Proposal ini. Penulis juga berharap semoga proposal ini dapat bermanfaat bagi pihak yang memerlukan kurang lebihnya mohon maaf dan penulis ucapkan terima kasih.

                                                                              Bandung,  05 Januari 2012

                                                                                                  Penyusun

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1 Latar Belakang                                                                          

          Kegiatan budidaya ikan bawal air tawar Colossoma macropomum di Indonesia belum banyak dilakukan, tidak seperti ikan konsumsi lainnya yaitu ikan mas, lele, guraime ataupun nila. Padahal ikan bawal air tawar memiliki beberapa kelebihan diantaranya pertumbuhannya yang cepat, dapat dijadikan ikan hias maupun ikan konsumsi sesuai dengan ukurannya, kelangsungan hidup yang tinggi, cara pemeliharaan yang tidak rumit, dapat dipelihara dengan kepadatan tinggi dan juga merupakan produk ekspor yang penting (Arie, 2005). Negara­negara yang sudah biasa menampung ikan bawal air tawar dari Indonesia di antaranya Hongkong dan Amerika Serikat (Arie, 2005). Sebagian besar Ikan bawal air tawar yang dikirim berukuran benih dan digunakan sebagai ikan hias di akuarium. Dalam negeri sendiri, ikan bawal air tawar sudah mulai digemari oleh masyarakat terutama di daerah Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan dan  Jawa Timur.

          lkan bawal air tawar biasanya dipelihara di kolam-kolam air tawar yang kemungkinan memiliki tekanan osmotik yang berbeda dangan tekanan osmotik darahnya sehingga menyebabkan kelangsungan hidup dan pertumbuhannya kurang maksimal. Untuk itu perlu dilakukan suatu penelitian mengenai ikan bawal air tawar yang dipelihara dengan salinitas yang berbeda, sehingga diperoleh informasi mengenai salinitas media yang optimum untuk usaha pembenihan ikan bawal air tawar yang diharapkan mampu meningkatkan kelangsungan hidup. Karena jika tekanan osmotik sama antara lingkungan dan tubuh ikan bawal air tawar maka selanjutnya energi akan lebih banyak digunakan untuk pertumbuhan dibandingkan bemoregulasi sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan.

          Selain itu, dewasa ini banyak tambak-tambak yang tidak digunakan akibat dari tingginya biaya produksi untuk komoditas ikan maupun payau. Menyikapi permasalahan di atas, tambak-tambak tersebut dapat diberdayakan dengan cara memanfaatkannya untuk usaha budidaya ikan bawal air tawar dengan biaya produksi yang lebih rendah.

          Dan belakangan ini para Nelayan penangkapan ikan laut di daerah Juwana Kabupaten Pati kesulitan mendapatkan ikan bawal air laut sehingga pendapatan masyarakat perikanan khususnya masyarakat penangkapan ikan semakin menurun. Selain itu tambak – tambak di daerah Juwana kabupaten Pati yang semula digunakan sebagai wadah budidaya ikan bandeng dan ikan lainnya yang hidup di air payau, kini tidak berfungsi kembali dikarenakan semakin tingginya harga benih ikan bandeng dan ikan lainnya yang hidup pada air payau.

          Salah satu cara untuk menanggulangi masalah tersebut adalah perlunya mencoba terobosan baru yaitu memelihara ikan Bawal pada air yang bersalinitas. Hal tersebut dikarenakan dilihat dari segi ekonomis benih ikan bawal air tawar memiliki harga yang sangat murah dibandingkan benih ikan bandeng maupun benih ikan lainnya. Dari segi geografis daerah Pati tidak memiliki air tawar yang cukup memadai sehingga pemeliharaan ikan bawal dapat dilakukan menggunakan media air yang bersalinitas.

          Berdasarkan latar belakang tersebut perlu dilakukan penelitian tentang kelangsungan hidup dan pertumbuhan benih ikan bawal air tawar yang dipelihara dengan salinitas berbeda.

1.2 Rumusan Masalah

          Berdasarkan uraian di atas maka dapat diidentifikasi permasalahan sampai sejauh mana penggunaan air bersalinitas dapat memberikan pengaruh terbaik terhadap kesintasan dan pertumbuhan benih ikan bawal air tawar.

1.3 Tujuan

          Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi tentang tingkat kelangsungan hidup dan pertumbuhan benih ikan bawal air tawar yang dipelihara pada salinitas yang berbeda yaitu 0 ppt, 5 ppt, 10 ppt, 15 ppt, dan 20 ppt.

1.4 Kegunaan Penelitian

          Dari Hasil Penelitian maka diharapkan mendapatkan informasi tingkat penggunaan air bersalinitas yang baik untuk pemeliharaan benih ikan bawal air tawar sehingga dapat dijadikan bahan acuan atau perbandingan untuk melakukan usaha budidaya ikan bagi nelayan, baik di daerah Pati maupun di daerah lain yang memiliki peluang uasaha budidaya perikanan.

1.5 Kerangka Pemikiran

Di Indonesia, ikan bawal air tawar selain dijadikan sebagai ikan konsumsi juga dijadikan sebagai ikan hias di akuarium saat stadia benih. Hal ini disebabkan karena ikan bawal air tawar memiliki bentuk tubuh yang unik yaitu pipih seperti ikan discus. Selain itu, ikan bawal air tawar memiliki warna yang menarik, gerakan yang mempesona dan mempunyai sifat yang bergerembol bila dipelihara dalam jumlah banyak.

Seperti ikan lainnya, ikan bawal air tawar pun membutuhkan lingkungan yang baik dan sesuai untuk hidupnya yang selanjutnya akan mempengaruhi keberhasilan dari pembenihan yang merupakan titik awal suatu usaha budidaya ikan. Keberhasilan kegiatan pembenihan sangat ditentukan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal di antaranya kualitas telur dan induk dan genetik ikan bawal air tawar itu sendiri, sedangkan faktor ekstenal di antaranya faktor lingkungan perairan. Air merupakan media yang sangat panting bagi kegiatan budidaya ikan. Kualitas air yang baik akan mendukung produksi benih yang baik. Beberapa faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan ikan di antaranya adalah suhu, salinitas, oksigen terlarut, ammonia, nitrit, nitrat, alkalinitas dan kesadahan (Watherley, 1972 dalam Damayanti, 2003).

Menurut Kumllu et al. (2000), salinitas dan ternperatur adalah 2 faktor abiotik penting yang mempengaruhi pertumbuhan dan kelangsungan hidup organisme akuatik. Salinitas merupakan salan satu parameter kualitas air yang diharapkan dapat meningkatkan kelayakan media. Budidaya bagi benih ikan bawal air tawar karena berpengaruh secara langsuna pada kelangsungan hidup, konsumsi pakan, pertumbuhan dan metabolisme tubuh terutama proses osmoregulasi.

1.6 Hipotesis

BAB II

TINJAUAN  PUSTAKA

 

2.1 Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomun)

Ikan air tawar adalah ikan yang menghabiskan sebagian atau seluruh hidupnya di air tawar, seperti sungai dan danau, dengan salinitas kurang dari 0, 05 %. Dalam banyak hal, lingkungan air tawar berbeda dengan lingkungan perairan laut, dan yang paling membedakan adalah tingkat salinitasnya. Untuk bertahan di air tawar, ikan membutuhkan adaptasi fisiologis yang bertujuan menjaga keseimbangan konsentrasi ion dalam tubuh. 41 % dari seluruh spesies ikan diketahui berada di air tawar. Hal ini karena spesiasi yang cepat menjadikan habitat yang terpencar menjadi mngkin untuk ditinggali.

Ikan air tawar berbeda secara fisiologis dengan ikan laut dalam beberapa aspek. Insang mereka harus mampu mendifusikan air sembari menjaga kadar garam dalam cairan tubuh secara simultan. Adaptasi pada bagian sisik ikan juga memainkan peran penting, ikan air tawar yang banyak kehilangan sisik akan mendapatkan kelebihan air yang berdifusi ke dalam kulit, dan dapat menyebabkan kematian pada ikan.

Karakteristik lainnya terkait ikan air tawar adalah ginjalnya yang berkembang dengan baik. Ginjal air tawar berukuran besar karena banyak air yang melewatinya.

Ikan bawal air tawar termasuk salah satu komoditi baru di bidang perikanan yang memiliki ekonomis yang cukup tinggi. Ikan bawal air tawar yang memiliki nama latin colossoma macropomum bukanlah ikan asli Indonesia, tetapi didatangkan dari Negara Brazil, Amerika Selatan beberapa tahun yang lalu. Untuk membedakannya dengan ikan bawal yang terdapat di air laut, ikan bawal air tawar asal Brazil ini disebut dengan ikan bawal air tawar karena memang seluruh siklus hidpnya berada di air tawar. Pertama kali masuk ke Indonesia ikan bawal ini dijadikan ikan hias untuk dipelihara di aquarium dan kolam – kolam taman, namun karena laju pertumbuhannya sangat cepat dan dapat mencapai ukuran besar, bawal air tawar yang sudah dewasa menjadi kurang pantas dipajang. Karena itu, didukung rasa dagingnya yang enak dan gurih, ikan bawal air tawar kemudian menjadi sangat popular sebagai ikan konsumsi.

Klasifikasi bawal air tawar :

Filum               :  Chordata

Subfilurn         :  Craniata

Kelas               :  Pisces

Subkelas          :  Neopterigii

Ordo                :  Cypriniformes

Subordo          :  Cyprinoides

Famili              :  Characidae

Genus              :  Colossoma

Spesies            :  Colossoma macropomum

Ikan bawal air tawar memiliki tubuh dari arah samping tampak membulat (oval) dengan perbandingan antara panjang dan tinggi 2 : 1. Bila dipotong secara vertikal, bawal memiliki bentuk tubuh pipih (compressed) dengan perbandingan antara tinggi dan lebar tubuh 4 : 1. Sisik ikan bawal air tawar berbentuk otenoid, dimana setengah bagian sisik belakang menutupi sisik bagian depan. Warna tubuh bagian atas abu-abu gelap, sedangkan bagian bawah berwarna putih. Tubuh-bagian vertikal dan sekitar sirip dada ikan bawal air tawar muda berwarna merah. Warna merah ini akan memudar seiring dengan pertambahan umur dan perkembangan fisik. Warna merah ini merupakan ciri khusus._bawal air tawar sehingga oleh orang Inggris dan Amerika disebut red bally pacu (Arie, 2005).

Ikan bawal air tawar memiiiki 2 buah sirip punggung yang letaknya agak bergeser kebelakang. Sirip perut dan sirip dubur terpisah, sedangkan sirip ekor berbentuk homocercal. Ikan bawal air tawar memiliki bibir bawah menonjol dan memiliki gigi-gigi besar serta tajam untuk memecah atau buah-buahan yang akan ditelan. Lambung ikan bawal air tawar berkembang baik dan memiliki 43 – 75 buah cecapylotica. Panjang usus berkisar 2 – 2,5 kali panjang badan (Arie, 2005).

Ikan bawal air tawar: merniliki insang yang permukaan pemafasannya lebih luas daripada jenis ikan lain. Permukaan pernafasan yang luas ini memungki ikan ikan bawal air tawar mambo bertahan hidup pada perairan yang memiliki kandungan oksigen rendah.

Kelangsungan hidup ikan sangat dipengaruhi oleh kualitas airnya. Kualitas air yang baik dapat menjadikan ikan hidup dengan baik tumbuh dengan cepat. Oleh karena itu kualitas air untuk ikan bawai air tawar harus sesuai dengan yang dibutuhkan tabel 1 menunjukkan kualitas air yang baik untuk ikan bawal air tawar.

Berdasarkan perumusan masalah serta tersebut maka hipotesis yang diajkan yaitu benih ikan bawal air tawar yang dipelihara pada air bersalinitas memiliki pertumbuhan yang baik dan kesintasan yang tinggi.

Tabel 1. Parameter Kualitas Air untuk Ikan Bawal Air Tawar

Parameter

Nilai

Suhu 25 – 30° C
Warna Hijau kecoklatan
Kekeruhan 20 – 40 cm oleh planton
Oksigen Minimal 4 mg / l
Karbondioksida Maksimal 25 mg / l
pH 7 – 8
Amonia Maksmal 0,1 mg / l
Alkalinitas 50 – 300 mg / l
Sumber: Aries, 2005

2.2   Salinitas Dan Osmoregulasi

Salinitas adalah konsentrasi semua ion-ion terlarut dalam air dan dinyatakan dalam gram/liter atau bagian per seribu atau promil (Boyd, 1979). Sedangkan menurut Sverdrup et al. dalam Stickney (1979) salinitas didefinisikan sebagai jumlah total bahan padatan terlarut dalam gram yang_terkandung dalam   1 kg air laut  bila semua karbonat dan bahan organik olxonversi menjadi oksida, bromin dan iodin telah diganti dengan klorin. Terminologi yang mirip dengan salinitas adalah klorinitasi, yang hanya mencakup klorida serta memiliki nilai lebih kecil dan salinitas (Effendi, 2003).

Menurut APHA (1976) dalam Effendi (2003), hubungan antara salinitas dan klorinitas dinyatakan dengan persamaan berikut :

                                   Salinitas = 0,03 + (1,8 x klorinitas)

Lingkungan perairan dapat diklasifikasikan berdasarkan kisaran salinitas. Menurut Hedgpeth dalam Stickney (1979) klasifikasi lingkungan perairan adalah sebagai berikut :

Tabel 2. Klasifikasi lingkungan perairan berdasarkan kisaran salinitas

Lingkungan

Salinitas (g/kg)

Air tawar

< 0,5

Oligohalin

0,5 – 3,0

Mesohalin

3,0 – 16,5

Polyhalin

16,5 – 30,0

Laut

> 30,0

Brine (hipersalin)

> 40,0

Pengaruh salinitas terhadap organisme akuatik dapat terjadi secara :

  1. Langsung

–          efek osmotik terhadap osmoregulasi

–          kemampuan digesti

–          absorpsi nutrien pakan

2.Tidak langsung

–          perubahan kualitas air

Menurut Holiday (1069) salinitas mempengaruhi kondisi internal hewan air. Tekanan osmotik dan konsumsi ion cairan tubuh merupakan salah satu aspek fisiologis ikan yang dipengaruhi salinitas. Kelangsungan hidup dan metabolisme ikan akibat perubahan salinitas bergantung kepada :

  1. kemampuan cairan tunah yang bekerja sedikit mungkin
  2. mengembalikan tekanan osmotik kembali normal.

Selain itu pada kondisi tartentu, kadar garam juga berfungsi mematikan bakteri air tawar, parasit dan jamur ikan tertentu.

Mernurut Rahardjo (1980) dalam Damayanti (2003), osmoregulasi adalah pengaturan tekanan osmotik cairan tubuh yang layak bagi kehidupan ikan sehingga proses-proses fisiologis tubuhnya berjalan normal. Sedangkan menurut Stickney (1979), osmoregulasi merupakan suatu fungsi fisiologis yang membutuhkan energi. Osmoregulasi dapat dilakukan melalui ingestion, ekskresi maupun pembentukan senyawa tertentu.

Vertebrata mengurangi buangan metabolik melalui usus dan kulit, tapi banyak yang membuangnya melalui organ ekskresi lain yaitu ginjal (Lagler et al, 1977 dalam Damayanti, 2003). Ikan – ikan yang hidup di air tawar mempunyai cairan tubuh yang hiperosmotik terhadap lingkungannya, akibatnya aie cenderung masuk ke tubuhnya secara osmosis melalui permukaan tubuh yang semi permeable dan hilangnya garam-garam tubuh. Hal ini menyebabkan mengencernya cairan tubuh, sehingga cairan tubuh tidak dapat menyokong proses-proses fisiologis secara normal. Kelebihan air tersebut diatasi dengan cara memompanya keluar oleh ginjal sebagai air seni dan untuk menahan garam-garam tubuh yang hilang seminimum mungkin maka dilakukan penyerapan kembali pada tubuh distalis ginjal. Kehilangan garam-garam ini diimbangi oleh garam-garam yang tedapat. pada pakan dan penyerapan aktif garam dari media melalui insang.

Menurut Kinne dalam Holiday (1969), salinitas berpengaruh pada pemanfaatan pakan dan pertumbuhan ikan. Sedangkan menurut Stickney (1979), pembelaajaan energi untuk osmoregulasi dapat ditekan apabila ikan dipelihara pada media yang isocmotik sehingga pemanfaatan pakan menjadi efisien serta pertumbuhan ikan tinggi.

2.3  Kualitas Air

Kualitas air menurut Effendi (2003) ialah sifat air dan kandungan makluk hidup, zat, energy, atau kompenen lain di dalam air. Kualitas air dinyatakan dengan beberapa paremeter, yaitu parameter fisika (suhu, kekeruhan, padatan terlarut, dsb), parameter kimia (pH, oksigen terlarut, BOD, Kadar, logam, dsb), dan parameter biologi (keberadaan plankton, bakteri, dsb).

2.3.1  Parameter Fisika

Parameter fisika yang diamati pada penelitian ini adalah suhu. Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude), ketinggian dari permukaan laut (altitude), waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman badan air (Effendi, 2003). Organisme akuatik memiliki kisaran suhu tertentu yang disukai bagi pertumbuhannya.

Peningkatan suhu perairan dapat mengakibatkan penurunan kelarutan gas dalam air, misalnya O2, CO2, N2, CH4 dan sebagainya (Haslam, 1995). Selain itu peningkatan suhu juga menyebabkan peningkatan kecepatan metabolism dan respirasi organism akuatik, dan selanjutnya mengakibatkan peningkatan konsumsi  oksigen.

2.3.2 Parameter Kimia

2.3.2.1  Nilai pH

            Parameter kimia yang diamati pada penelitian ini di antaranya adalah nilai pH, oksigen terlarut, ammonia, nitrit dan alkalinitas. Nilai pH menurut Tebbut, (1992) dalam Damayanti (2003) hanya menggambarkan konsentrasi ion hydrogen dalam suatu perairan, sedangkan asiditas menurut APHA (1976) menggambarkan kapasitas kuantitatif air untuk menetralkan basa hingga pH tertentu, yang dikenal dengan sebutan base-neutralizing capacity (BNC). Menurut Bhattacharya (1992). Nilai pH merupakan ukuran daru tingkat keasaman dan basa dengan skala pengukuran antara 0 – 14, dimana nilai pH < 7 disebut asam dan pH > 7 disebut basa.

            Nilai pH juga berkaitan erat dengan karbodioksida (CO2) dan alkalinitas (Mackereth at al. 1989 dalam Damayanti, 2003). Semakin tinggi nilai pH, semakin tinggi pula nilai alkalinitas dan semakin rendah kadar karbodioksida bebas/ Nilai pH juga mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia. Senyawa ammonium yang dapat terionisasi banyak ditemukan pada perairan yang memiliki pH rendah. Amonium tidak bersifat toksik, namun pada suasana pH yang tinggi, lebih banyak ditemukan ammonia yang tidak terionisasi dan bersifat toksik.

2.3.2.2 Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen)

Oksigen merupakan salah satu gas yang terlarut dalam perairan. Kadar oksigen yang terlarut di perairan alami tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air dan tekanan atmosfir (Effendi, 2003). Semakin besar suhu dan ketinggian (altitude) serta semakin tinggi tekanan atmosfir, kadar oksigen terlarut semakin kecil (Jeffries dan Mills, 1996).

Menurut Boyd (1982), konsentrasi oksigen terlarut terbesar terjadi pada suhu 0°C dan menurun dengan meningkatnya temperatur. Sedangkan menurut Brown (1987), konsumsi oksigen akan meningkat sekitar 10 % setiap  peningkatan suhu sebesar 1° C. Di perairan tawar, kadar oksigen terlarut berkisar antara 15 mg/liter pada suhu 0° C dan 8 mg/liter pada suhu 25° C (McNeely et al. 1979 dalam Damayanti, 2003), Sumber oksigen terlarut di perairan berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfir (sekitar 21 %) dan aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton Novotny dan Olem dalam Damayanti (2003).

Kelautan oksigen di air menurun dengan semakin meningkatnya salinitas, setiap peningkatan salinitas sebesar 9 mg/l mengurangi kelarutan oksigen sebanyak 5% dari yang sehrusnya di air tawar (Boyd, 1982).

Kadar oksigen terlarut pengaruh terhadap kelangsungen hidup
ikan. Pengaruh tersebut dijelaskan pada Tabel 3 berikut :

Tabel 3. Kadar oksigen dan pengaruhnya terhadap kelangsungan hidup ikan

Kadar oksigen

terlarut (mg/liter)

Pengaruh terhadap kelangsungan hidup ikan

< 0,3

Hanya sedikit jenis ikan yang dapat bertahan pada masa pemaparan singkat (short exposure)

0,3 – 1,0

Pamaparan lama (prologned exposure) dapat mengakibatkan kematian ikan

1,0 – 5,0

ikan dapat bertahan hidup, tetapi pertumbuhannya terganggu

> 5,0

Hampir semua organisme akuatik menyukai kondisi ini

Sumber : Modifikasi Swingle (1969) dalam boyd (1988) dalam Effendi (2003)

2.3.2.3 Amonia (NH3)

Di perairan, nitrogen berupa nitrogen anorganik dan nitrogen organik. Nitrogen anorganik terdiri atas amonium (NH4), nitrit (NO2), dan nitrat (NO3). Nitrogen organik berupa protein, asam amino dan urea. Amonia (NH3) dan garam-garamnya bersifat mudah larut dalam air. Sumber amonia di perairan adalah pemecahan nitrogen organik (protein dan urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat di dalam tanah dan air, yang berasal dari dekomoosisi bahan organik (tumbuhan dan biota akuatik yang telah mati) oleh mikroba dan jamur (Effendi, 2003).

Dua produk utama hasil metabolism adalah CO2 dan NH3, dimana produksi amonia berjumlah sekitar 1/10 dari jumlah produksi Karbondioksida. Amonia diekskresikan oleh banyak organisme akuatik dan terus diproduksi sebagai hasil dari dekomposisi ekskresi dari organisme hidup dan atau dekomposisi dari organisme mati, biasanva hasil akhir di alam berupa amonium bikarbonat (Wright dan Anderson, 2001 dalam Damayanti, 2003). Di perairan, terdapat NH3 dan NH4+ dengan reaksi keseimbangannya dapat ditulis sebagai berikut :

NH3 + H2O        ←→         NH4+ + OH

Perseniase arnonia bebas rneningkat dengan meningkatnya nilai pH dan suhu perairan. Amonia bebas (NH3) yang tidak terionisasi (unionized) bersifat toksik terhadap organisme akuatik. Amonia lebih toksik saat kandungan oksigen terlarut turun (Boyd, 1982). Konsentrasi sublethal dari NH3 menyebabkan perubahan patologi pada organ dan membran ikan (Smith dan Piper, 1975 dalam Boyd, 1982).

Selain terdapat dalam bentuk gas, amonia membentuk kompleks dengan beberapa ion logam. Amonia juga dapat terserap ke dalam bahan-bahan tersuspensi dan koloid sehingga mengendap di dasar perairan. Amonia di perairan dapat menghilang melalui proses volatilisasi Karena tekanan parsial amania dalam larutan meningkat dengan semakin meningkatnya pH. Hilangnya amonia ke efinosfir juga dapat meningkat dengan meningkatnya kecepatan angin dan suhu.

2.3.2.4 Nitrit (NO2)

Nitrit merupakan bentuk peralihan (intermediate) antara amonia dan nitrat (nitrifikasi), dan antara nitrat dan gas nitrogen (denitrifikasi). Sumber nitrit dapat berupa limbah industri dan limbah domestik. Kadar nitrit pada perairan relatif kecil karena segera dioksidasi menjadi nitrat. Kadar nitrit yang lebih dan 0,05 mg/liter dapat bersifat toksik bagi organisme perairan yang sangat sensitif (Moore, 1991 dalam Damayanti, 2003).

Saat NO2 terabsorbsi oleh ikan, NO2 bereaksi dengan haemoglobin untuk mambantuk methemoglobin. Karena methemoglobin tidak efektif sebagai pembawa oksigen, absorpsi yang terus menerus terhadap NO2 dapat menyebabkan hypoxia dan cyanosis. Darah yang mangandung methemoglobin berwarna coklat, jadi keracunan NO2 pada ikan biasa disebut dengan “brown Good disease” (Boyd, 1982).

2.3.2.5 Alkalinitas

Alkalinitas adalah gambaran kapasitas air untuk menetralkan asam, atau dikenal dengan sebutan acidneutralizing capacity (ANC) atau kuantitas anion di dalam air yang dapat menetralkan kation dan hidrogen. Alkalinitas juga dapat diartikan sebagai kapasitas penyangga (buffer capacity) terhadap perubahan pH perairan.

Kalsium karbonat merupakan senyawa yang memberi kontribusi terbesar terhadap nilai alkalinitas dan kesadahan di perairan tawar. Kelarutan kalsium karbonat menurun dangan meningkatnya suhu dan karbondioksida (Effendi, 2003).

Satuan alkalinitas dinyatakan dengan mg/liter kalsium karbonsi (CaCO3) atau mili-ekuivalen/liter. Selain bergantung pada pH, alkalinitas juga dipengaruhi oleh komposisi minirel, suhu dan kekuatan ion. Nilai alkalinitas yang baik berkisar antara 30 – 500 mg/liter CaCO3 (Effendi, 2003).

2.4 Kelangsungan Hidup

Kelangsungan hidup sebagai salah satu parameter uji kualitas benih menurut Effendie (1979) adalah peluang hidup suatu individu dalam waktu tertentu, sedangkan mortalitas adalah kematian yang terjadi pada suatu populasi organisme yang dapat menyebabkan turunnya populasi (Royce, 1973 dalam Damayanti, 2003). Kelangsungan hidup akan sangat menentukan produksi yang akan diperoleh dan erat kaitannya dengan ukuran yang dipelihara.

Mortalitas yang terjadi dapat digunakan sebagai parameter bagi kelangsungan hidup suatu organisme dalam hubungannya dengan ketahanan terhadap lingkungan, parasit dan penyakit. (Nikolsky, 1969 dan Royce, 1973 dalam Damayanti, 2003) menyataken bahwa mortalitas dipengaruhi oleh faktor dalam dan faktor luar.

Faktor luar meliputi kondisi abiotik, kompetisi antar spesies, tingginya jumlah populasi dalam ruang gerak yarg sama, kurangnya makanan yang tersedia akibat adanya penanganan yang kurang baik. Sedangkan faktor dalam dipengaruhi oleh umur dan daya penyesuaian diri terhadap lingkungan.

Kelangsungan hidup ikan air tawar di dalam lingkungan berkadar garam bergantung pada jaringan insang, laju konsumsi oksigen, daya tahan (toleransi) jaringan terhadap garam-garam dan kontrol permeabilitas (Black, 1957).

2.5 Pertumbuhan

Pertumbuhan merupakan perubahan ukuran baik bobot maupun panjang dalam wektu tertentu (Effendie, 1979). Sedangkan menurut Rousefell dan Evenheart, (1953) dan Watherlay, (1972) dalam Damayanti, (2003), pertumbuhan adalah pertambahan ukuran baik (panjang, berat maupun volume sehubungan dengan perubahan waktu.

Laju pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh banyak faktor, Hepher dan Pruginin (1981) menyatakan bahwa pertumbuhan dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu:

  1. Hubungan dengan keadaan ikan seperti genetik dan keadaan fisiologi (kesehatan dan kematangan gonad)
  2. Lingkungan tempat hidup ikan seperti sifat kimia air, kimia tanah, suhu air, sisa metabolism, ketersediaan oksigen dan pakan.

National Research Council, (1977) dalam Arie, (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan akan terjadi jika jumlah pakan yang dikonsumsi ikan lebih besar dari pada yang dibutuhkan ikan untuk pemeliharaan tubuh. Menurut Supriatna, (1998) dalam Arie, (2005), ikan bawal air tawar memiliki laju pertumbuhan harian yang tinggi yaitu 5,7% pada bobot awal 5,5 gram.

BAB III

BAHAN DAN METODE

 

3.1  Waktu dan Tempat

                  Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 05 Februari 2012 sampai dengan 05 Maret 2012 selama 30 hari bertempat di Laboratorium Perikanan Departemen Budidaya Perikanan Vedca PPPPTK Pertanian Cianjur.

3.2 Persiapan Alat Dan Bahan Penelitian

3.2.1 Alat Penelitian

  • 5 buah Aquarium yang disekat menjadi 15 aquarium yang dipasang aerasi, seser halus, baskom, dan selang sipon.
  • 1 set / paket alat ukur panjang dan berat ikan uji, yaitu timbangan dijital dan penggaris.
  • 1 set / paket alat ukur kualitas air. yaitu; Termometer untuk mengukur suhu, DO meter untuk mengukur jumlah kandungan oksigen terlarut, pH meter untuk mengukur tingkat keasaman, Refraktometer untuk mengukur jumlah kandungan kadar garam atau mengukur tingkat salinitas pada air uji, dan Sprektofotometer yang berguna untuk mengukur kandungan atau kadar amonia dan Nitrit pada air uji.
    • Kamera digital untuk alat dokumentasi.

3.2.2 Bahan Penelitian

  • 6 Kg Pakan dan 300 ekor benih ikan Bawal untuk pemeliharaan selama 30 hari
  • 1 set / paket Biuret yang digunakan untuk menentukan jumlah Alkalinitas pada air uji, yaitu 4 sample cairan As. Sulfonat, 4  sample cairan As. Naftilen Diamin, 4 sample cairan Phenol Alcohol, 4 sample cairan Natrium Nitropuside, 4 sample Larutan Oksidan.
  • Air laut dan air tawar yang diencerkan untuk memperoleh salinitas air yang diinginkan.

3.3 Metode Penelitian dan Pelaksanaan Penelitian

3.3.1 Persiapan Wadah Dan Pembuatan Media Bersalinitas

            Wadah yang digunakan pada penelitian ini adalah akuarium berukuran 26 cm x 40 cm x 40 cm dengan jumlah 15 buah yang masing – masing diisi air hingga memiliki volume 20 liter. Sebelum digunakan, seluruh wadah serta perlengkapan yang digunakan dibersihkan terlebih dahulu dan didesinfeksi menggunakan chlorine dengan cara perendaman 24 jam seteleh itu dibilas air bersih dan dikeringkan. Wadah yang telah kering kemudian diisi air dengan volume 20 liter dan dipasang instalasi aerasi. Air yang digunakan sebagai media pemeliharaan, berasal dari tendon. Sebelum air digunakan terlebih dahulu dilakukan pengendapan selama 2 – 3 hari. Kemudian dilakukan pengenceran air laut sesuai dengan perlakuan yang diinginkan. Air laut yang digunakan memiliki salinitas 35 ppt.

            Untuk menampung air yang akan digunakan pada saat pergantian air digunakan tandon dengan ukuran 100 cm x 49 cm x 50 cm sebanyak 5 buah sesuai dengan perlakuan. Tandon dilengkapi dengan instalasi aerasi yang cukup untuk meningkatkan kandungan oksigen terlarut.  

  V1 × N2 = V2 × N2

Air yang digunakan untuk membuat media salinitas diperoleh dari daerah Palabuhan Ratu – Sukabumi dengan salinitas kurang lebih 35 ppt. Untuk memperoleh media air yang bersalinitas menurut kebutuhan pada setiap perlakuan diperlukan mengggunakan rumus perhitungan pencampuran air laut dengan air tawar yaitu sebagai berikut :

Keterangan:

V1 = Volume air laut ( Liter )

N1 = Salinitas air laut mula-mula (ppt)

V2 = Volume air payau setelah pengenceran ( Liter )

N2 = Salinitas air payau setelah pengenceran (ppt)

3.3.2 Rancangan Percobaan

            Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak lengkap dengan lima perlakuan dan masing – masing perlakuan terdiri atas tiga ulangan. Perlakuan yang dilakukan adalah salinitas 0 ppt, 5 ppt, 10 ppt, 15 ppt, 20 ppt. salinitas yang digunakan didasarkan pada penelitian sebelumnya oleh Damayanti (2003) pada jenis ikan yang berbeda.

Gambar 1. Desain Perlakuan Penelitia

A1 D2 B3 A3 C1
B2 C3 E1 D1 D3
E2 A2 B1 E3 C2

 

Keterangan :

  1. Aquarium untuk benih ikan Bawal air tawar yang dipelihara pada salinitas 0 ppt.
  2. Aquarium untuk benih ikan Bawal air tawar yang dipelihara pada salinitas 5 ppt.
  3. Aquarium untuk benih ikan Bawal air tawar yang dipelihara pada salinitas 10 ppt.
  4. Aquarium untuk benih ikan Bawal air tawar yang dipelihara pada salinitas 15 ppt.
  5. Aquarium untuk benih ikan Bawal air tawar yang dipelihara pada salinitas 20 ppt.

3.3.3 Penebaran Benih

            Ikan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih ikan bawal air tawar collosoma macroponum dengan jumlah 20 ekor/akuarium atau 1 ekor/liter berukuran panjang awal 3,04 ± 0,18 cm dan berat awal 0,48 ± 0,03 gram dengan umur ± 1 bulan. Benih ikan bawal air tawar diperoleh dari petani pengumpul di daerah Maleber – Cianjur. Aklimatisasi dari adaptasi terhadap lingkungan pemeliharaan dan pakan dilakukan selama 3 hari dengan kisaran suhu 25 – 27oC. Benih disortasi sesuai dengan kebutuhan penelitian, kemudian dimasukan ke dalam wadah pemeliharaan dengan salinitas sesuai dengan perlakuan.

3.3.4 Pemberian Pakan

            Selama penelitian, ikan uji diberi pakan berupa pellet apung dengan komposisi 30 % protein. Pakan diberikan dengan metode Restricted Ratio, yakni pemberian pakan dengan menggunakan takaran yang dibatasi (Goddard, 1996). Jumlah pakan yang diberikan sebanyak 5 % dari bobot tubuh ikan. Bobot pakan setiap minggunya mengalami perubahan, disesuaikan dengan perhitungan bobot ikan mingguan. Frekuensi pemberian pakan tiga kali sehari yaitu pada pukul 08.30,13.00 dan 17.00 WIB. Komposisi nutrisi pakan untuk ikan bawal air tawar pada umumnya sama dengan ikan nila adalah sebagai berikut :

Tabel 4 komposisi kandungan nutrisi pakan untuk ikan Nila

Nutrisi

Komposisi

Protein kasar

38%

Karbohidrat

32%

Lemak Kasar Minimum

2%

Serat Kasar Maksimum

3%

Abu Kasar Maksimum

13%

Kadar Air Maksimum

12%

Sumber : Arie, (2005)

3.3.5 Pergantian Air dan Pengontrolan Kualitas Air

            Pergantian air dilakukan dengan melihat air yang sudah kotor pada akuarium, jika sudah terlihat kotor maka perlu dilakukan penggantian air pada akuarium. Penggantian air dilakukan pada pagi hari dengan total persentase pergantian air sebanyak 30 %. Pengontrolan kualitas air dilakukan dengan menyiphon kotoran yang ada di dasar akuarium dan membuang air sebanyak 30 % dari volume total yaitu 6 liter. Kemudian dilakukan pengisian kembali air yang terbuang dengan air yang berasal dari tandon yang memiliki salinitas yang sama dengn meadia perlakuan.

3.4 Pengamatan Parameter Biologi Ikan

            Pengamatan dilakukan setiap seminggu sekali dengan mengambil satu persatu ikan uji untuk dilakukan pengamatan pada seluruh ikan yang dipelihara yaitu dengan jumlah 20 ekor / akuarium. Pengambilan ikan uji menggunakan serok halus dan disimpan dalam baskom yang berisi air dengan salinitas sama dengan perlakuan dan diaerasi.

3.4.1 Kelangsungan Hidup

            Tingkat kelangsungan hidup dihitung dari perbandingan jumlah ikan yang hidup pada akhir dan awal penelitian. Pengamatan terhadap ikan yang mati dilakukan setiap hari dan dicatat jumlah bobotnya. Persamaan yang digunakan untuk menghitung tingkat kelangsungan hidup adalah  :

        SR= Nt x100 %

No

Keterangan :   SR = Kelangsungan hidup (Survival Rate) (%)

                        Nt = Jumlah benih yang hidup di akhir penelitian (ekor)

No = Jumlah benih yang hidup di awal penelitian (ekor)

3.4.2 Laju Pertumbuhan Harian

Parameter pertambahan bobot diukur dengan menimbang sampel dari setiap perlakuan menggunakan timbangan digital 200 gram. Laju pertumbuhan individu dihitung berdasarkan rumus:

   a = Ln Wt – Wo x 100%

t

Keterangan :  a     = laju pertumbuhan bobot individu (%)

Wt  = bobot ikan pada hari ke – t (gram)

  Wo = bobot ikan pada hari ke-0 (gram)

 t     = interval pengambilan sampel ikan (hari)

3.4.3 Pertumbuhan Panjang Mutlak

Parameter pertambahan panjang yang diukur dalam penelitian ini adalah panjang total yaitu jarak antara ujung kepala terdepan dengan ujung sirip ekor yang paling belakang (Effendi 1979). Pengukuran panjang total dilakukan dengan menggunakan jangka sorong dengan tingkat ketelitian 0,1mm. Sedangkan pertumbuhan panjang mutlak dihitung dengan rumus :

Pm = Po – Pt

Keterangan : Pm = pertumbuhan panjang mutlak (cm)

Pt  = panjang rata – rata individu pada hari ke – t (cm)

Po = panjang rata – rata individu pada hari ke – 0 (cm)

3.4.4 Efisiensi Pemberian Pakan

Untuk mengetahui seberapa besar ikan mampu mengkonsumsi pakan dan mencernanya maka dilakukan perhitungan mengenai efisiensi pemberian pakan dengan menggunakan rumus :

Ep = (Wt + D) – Wo x 100%

F

Keterangan :    EP =  efisiensi pemberian pakan (%)

Wt = bobot biomasa ikan pada awal penelitian  (gram)

D   =  bobot ikan yang mati selama penelitian (gram)

F    = jumlah pakan yang diberikan (gram)

3.5 Pengamatan Parameter Kualitas Air ( Fisika Dan Kimia Air )

            Untuk mengetahui kualitas air media pemeliharaan selama penelitian maka dilakukan pengukuran kualitas air. Pengukuran kualitas air dilakukan setiap 3 hari sekali menggunakan alat tertentu seperti tercantum dalam tabel berikut ini:

Tabel 5. Metode Pengukuran Kualitas Air

No

Paremeter

Alat

Metode Pengukuran

1

Suhu Thermometer Insitu

2

Oksigen Terlarut DO-meter Insitu

3

pH pH meter Insitu

4

Ammonia Spektrofotometer Metode phenate

5

Nitrit Spektrofotometer Metode sulfanilamide

6

Alkalinitas Biuret Metode titrimetri

3.6 Analisis Data

            Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 6 perlakuan berbeda dan masing – masing dilakukan dalam tiga kali ulangan. Metode yang digunakan adalah :

Yij = μ+ ∏ + €ij

Keterangan  : Yij = nilai pengamatan ; i=1,2,3…n

  µ= Nilai tengah umum

  ∏= Pengaruh perlakuan ke –i =1,2,3 …n

 €= Pengaruh kesalahan percobaan yang berasal dari   perlakuan ke –i yang mendapat ulangan ke-j

Kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan benih ikan bawal air tawar dianalisis menggunakan sidik ragam dan uji F pada selang kepercayaan 95%.

DAFTAR PUSTAKA

 

American Public Health Association (APHA). 1976. Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater, 4th. Edition, Washington DC

Arie, U. 2000. Budidaya Bawal Air Tawar (untuk Konsumsi dan Hias). Penebar Swadaya. Jakarta.

Bhattacharya, S.K. 1992. Urban Domestic Water Supply in Developing Countries. New Delhi, India.

Black, V. 1957. Excretion and Osmoregulation. In Brown, M.E (ed). The Physiology of Fishes, vol1. Academic Press. New York.

Boyd, C.E. 1979. Water Quality in Warm Water Fish Ponds. Departemens of Fisheries and Allied Aquaculture, Auburn University, Albama.

Brown, A.L. 1987. Freshwater Ecology. Heinemam Educational Books, London.

Damayanti, Lis. 2003. Pengaruh Salinitas Air terhadap kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan benih Ikan Gurame (Osphronemus goramy Lac). Skripsi. FPIK. Bogor.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Kanisius, Yogyakarta.

Effendie, M.I. 1979. Metoda Biologi Perikanan. Yayasan. Dewi Sri. Bogor.

Goddard, S. 1996. Feed management in Intesive Aquaculture. Chapman and Hail, New York. 1949.

Haslam, S. M. 1995. River Pollution and Ecological Perspective. John Wiley and Sons, Chichester, UK.

Hepher, B & Y. Pruginin. 1981. Commercial Fish Farming : with Special Refference to Fish Culture in Israel. John Wisley & Sons, New York. : 88 -127

Holliday, F.C.T. 1969. The Effect of Salinity on the Eggs and Larvae of Teleosts. In Hoar, W.S and D.J. Randall (Eds). Fish Physiology, Vol. I. Academic Press, New York.

Jeffries, M and Mills, D. 1996. Freshwater Ecology, Principles and Aplication. John Wiley and Sons, Chichester, UK.

Kumlu, L.O.T. Eroldogan and M. Aktas. 2000. Aquaqulture volume 188. P : 167-173.

Stickney, R. 1979. Principles Of Warm Water Aquaculture John Wiley & Sons Inc.

National Research council. 1979. Principle Of Warm Water Aquaculture. Nation Academic Press Washington.

Pos ini dipublikasikan di Uncategorized. Tandai permalink.

Tinggalkan komentar